Sejak tahun 1616, seduhan kopi sudah mulai dikenal di Indonesia. Masyarakat mengenal kopi Arabica dan Robusta, serta ada pula jenis kopi Liberika dan Ekselsa. Bagaimana sejarahnya hingga masuk dan diterima di Indonesia?
Kopi merupakan minuman universal. Dikenal di desa-desa dengan peralatan tradisional, hingga kelas coffee shop dengan mesin canggih dan penyajian menarik. Dr. Ir. Ade Wachjar, MS dari Departemen Agronomi & Hortikultura Fakultas Pertanian IPB berbagi cerita pada detikFood tentang sejarah panjang masuknya kopi di Indonesia.
1. Kopi Arabika (Coffea Arabica)
Kopi pertama kali masuk Batavia dan ditanam di perkebunan Kedawoeng tahun 1696. Tiga tahun kemudian, tanaman kopi mati karena terjadi gempa dan banjir. Kemudian didatangkan bibit baru, dan disebar ke daerah lain. Tahun 1876, jenis kopi ini mengalami kehancuran karena serangan penyakit karat daun. Kini, area kopi Arabika di Indonesia hanya tersisa 10% di Aceh Tengah, Malang, Jember, Bali, Sumatera Utara dan Selatan.
2. Kopi Liberika (Coffea Liberica)
Menyikapi penyakit karat daun pada Arabika, kemudian didatangkan jenis kopi Liberika dari wilayah Monrevia dan Liberia pada tahun 1875. Didatangkan jenis kopi ini untuk menggantikan kopi Arabika, namun ternyata juga tak bisa dikembangkan. "Jenis kopi ini juga kurang disukai karena rasanya terlalu asam dan lebih pahit," kata penulis publikasi berjudul "Pengaruh Pupuk Organik dan Intensitas Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi Robusta" ini.
3. Kopi Robusta (Coffeea Canephora)
Jenis kopi ini berasal dari hutan equator Afrika, dan didatangkan tahun 1900. Seperti halnya Liberika, Robusta juga didatangkan untuk mengatasi penyakit karat daun. Rupanya, Robusta memiliki pertumbuhan yang kuat, pemeliharaannya ringan, juga dengan hasil produksi lebih tinggi. Kini, jenis kopi Robusta mendominasi sekitar 90% area kopi di Aceh, Tapanuli, Lampung, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, juga Sumatera Selatan.
4. Kopi Ekselsa
Di antara ketiga jenis kopi lain, nama kopi Ekselsa paling jarang terdengar. Kopi Ekselsa dianggap minim peminat, karena cita rasanya terlalu asam dan pahit. "Harga jenis kopi Ekselsa sebenarnya lebih tinggi dari Robusta. Jenis ini sekarang sedang dikembangkan kembali di Indonesia sebagai kopi specialty," ungkap pria yang juga merupakan anggota Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) dan Himpunan Ilmu Gulma Indonesia (HIGI).