Siapa yang tidak kenal dengan syaikh Saad Al-Ghaamidy, qaari masyhuur, si empunya suara yang indah dan empuk ketika membaca Al-Quran? Bahkan konon katanya ibu-ibu pengajian di Indonesia kalau mendengar murattalnya syaikh ini, hampir semua mereka bercucuran air mata karena seakan-akan alunan suaranya membawa mereka terbang kembali ke Makkah, seakan berada di dalam Al-Masjid Al-Haraam. Namun anehnya kenapa syaikh Saad Al-Ghaamidy tidak diangkat saja menjadi salah satu imam di Al-Masjid Al-Haraam di Makkah Al-Mukarramah? Bukankah bacaan beliau termasuk yang paling bagus di antara sederetan qurraa kenamaan lainnya?
Demikian hati ini selalu bertanya sejak pertama kali ku menetap di Saudi.
Ternyata, di sana ada cerita. Cerita yang membuatku terharu dan menambah kekagumanku pada beliau, hafizhahullaah.
Cerita ini dilansir oleh redaksi majalah Nun, ketika tim redaksi melakukan kunjungan ke kantor tempat beliau bekerja, Markaz Manaar -l Huda, di Dammaam. Di antara pertanyaan yang disampaikan kepada beliau dalam kunjungan tersebut adalah:
Penanya: Sejauh apa kebenaran berita yang mengatakan bahwa Anda ditawari untuk menjadi imam di Al-Haram Al-Makky (Al-Masjid Al-Haraam) oleh Al-Amiir Abdul Majiid rahimahullaah? Apa sebab Anda menolak tawaran tersebut?
Syaikh: Ya, saya pernah ditawari untuk menjadi imam Al-Haram Al-Makky beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi saya menolaknya dalam rangka memenuhi keridhaan kedua orang tua saya yang menginginkan saya agar tetap tinggal bersama mereka. Saya tidak pernah menyesal telah menolak tawaran tersebut. ( Nun, no. 46)
Yaa lahuu min qaraar, maa asyjaah
wa yaa lahuu min jawaab, maa ajmalah
Ya Allah jadikanlah kami anak-anak yang berbakti kepada kedua orangtua kami, dan anugerahkanlah kepada kami anak-anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya.
*dari Abu Yazid Nurdin