Jakarta Sukhoi Superjet 100 yang mengalami kecelakaan di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, meninggalkan jejak-jejak misteri. Pertama, soal black box pesawat yang hingga kini belum didapatkan. Kedua, soal parasut di antara puing pesawat dan jenazah korban yang sempat dibantah keberadaannya.
Soal parasut ini awalnya disampaikan oleh anggota tim evakuasi yang mencari dan mengevakuasi para korban pesawat. "Kursi pilot, ada parasutnya tersangkut di pohon," jelas anggota tim evakuasi, Marzen, saat ditemui di Pos SAR, Sabtu (12/5) lalu.
Soal parasut ini diperkuat oleh ucapan kepala regu tim evakuasi dari Korps Pasukan Khusus (Kopassus), Sertu Abdul Haris. Saat dia dan 6 rekannya berupaya menuruni tebing curam dengan tingkat kemiringan 85 derajat, dia menemukan jasad orang asing yang tergantung di pohon.
"Saat menuruni tebing kita melihat ada jasad di atas pohon bergelantungan di parasut," kata Haris.
Menanggapi laporan dari lokasi kecelakaan, pengamat penerbangan Chappy Hakim menduga pesawat itu dilengkapi kursi pelontar (ejecting seat). Kursi pelontar dipasang untuk menyelamatkan pilot dalam kondisi bahaya.
Menurut Chappy pesawat nahas itu adalah prototipe atau pesawat yang masih digunakan untuk penyempurnaan. Karena itu dia menduga pesawat dilengkapi parasut untuk pilot dan engineer. Parasut sengaja disiapkan karena jika terjadi sesuatu saat pesawat melakukan manuver berbahaya, maka dalam kondisi tertentu dia harus menyelamatkan diri.
Chappy yakin pilot pesawat Sukhoi tak berniat melarikan diri. Kursi tersebut, lanjut Chappy, otomatis terlempar saat pesawat hendak menabrak tebing di Gunung Salak.
Namun konsultan PT Trimarga Rekatama, Sunaryo, selaku representatif Sukhoi di Indonesia menegaskan pesawat Sukhoi itu tidak dilengkapi kursi pelontar dan pintu darurat khusus. Menurut dia, alat penyelamat yang ada di pesawat pun tidak termasuk parasut.
"Kalau pesawat tempur memang ada, tapi untuk penerbangan sipil tidak ada. Alat penyelamatnya juga pelampung air, mana ada parasut. Jadi tidak ada ejecting seat," ucap Sunaryo kepada detikcom, Senin (14/5) kemarin.
Kepala RS Polri, Brigjen Agus Prayitno, memperkuat Sunaryo. Dia menyatakan tidak ada penumpang yang memakai parasut. Jenazah yang dibawa ke RS Polri dengan kantong jenazah tak ada yang mengenakan parasut.
"Dari hasil pemeriksaan sampai saat ini tidak ada yang mengenakan parasut dan memiliki body utuh," kata Agus kepada wartawan di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur, Senin (14/5) kemarin.
Sedangkan pilot senior di Garuda, Jeffrey Adrian, mengatakan umumnya tidak ada parasut dalam pesawat komersial. Jika pun ada parasut di dalam pesawat, dia menengarai itu adalah parasut yang dibawa sejak pesawat melakukan test flight. Namun kelak jika pesawat diserahterimakan kepada pembeli, maka parasut sudah tidak ada lagi.
Setelah 2 hari perdebatan, titik terang disampaikan anggota tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Rusia, Sergey Korostiev. Dia membenarkan adanya parasut itu. Dia menjelaskan, parasut merupakan bagian dari survival kit yang ditaruh bersama perlengkapan lainnya dalam kontainer.
"Berkaitan dengan parasut yang ditemukan itu berada dalam boks suatu kontainer dalam pesawat yang digunakan jika pesawat harus mendarat secara darurat," ujarnya di Bandara Halim Perdanakusumah hari ini.
Karena kondisi pesawat hancur bekerping-keping, maka kontainer berisi survival kit terbuka dan isinya berserakan, termasuk parasut tersebut.
Dia tidak menjelaskan ada berapa banyak parasut yang dibawa pesawat tersebut. Termasuk pula di mana kontainer berisi survival kit diletakkan, apakah di dekat pilot atau jauh dari pilot. Inilah beberapa pertanyaan soal parasut yang harus dijelaskan oleh pihak Rusia.