Secara teori arsitektur, rasanya mustahil bangunan ini bisa berdiri selama 55 tahun. Tapi fakta membuktikannya.
Bangunan utama Masjid Al Muhajirin yang terletak di Desa Ujung Lero, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan, bergaya arsitektur Timur Tengah ini tidak menggunakan sedikit pun besi sebagai rangka bangunan.
Ketua pembangunan Masjid Al-Muhajirin, Andi Patarai Nuur, 65 tahun, mengatakan sejak dibangun tahun 1957 masjid ini tidak menggunakan sebatang besi sebagai rangkanya, termasuk lantai dua sebagai tempat bertenggernya 25 menara.
"Sedikit pun tidak ada besi yang menjadi bagian utama bangunan ini," katanya kepada Tempo, Senin, 23 Juli 23012. Patarai yang mengaku terlibat langsung dalam pembangunan masjid tersebut mengatakan tempat ibadah itu dibangun oleh K.H. Sayyed Hasan Alwi.
Awalnya lokasi tersebut merupakan tempat masjid yang berukuran kecil. Namun setelah K.H. Sayyed Hasan alwi kembali ke Ujung Lero, setelah 10 tahun bermukim di Madinah, ia pun merombak masjid tersebut dengan berukuran 50 x 40 meter di atas lokasi 1 hektare.
Masjid itu dan mampu menampung 1.500 jemaah dan sejak dibangun belum pernah dipugar.
Menurut Patarai, bangunan pada masjid ini, termasuk bagian kubah yang bertengger di atas lantai dua, hanya terdiri dari susunan batu bata, tanpa semen dan besi sebagai tulang. Batu bata itu disusun di atas bilahan bambu.
Setelah kering, bambu tipis itu kemudian dilepas. "Hanya, bata yang telah dilangkahi atau dikencingi anjing tidak dipasang pada bagian masjid tersebut," kata Patarai.
Saat gempa bumi melanda daerah Pinrang tahun 1990-an, bangunan ini tetap kokoh. Padahal ada beberapa gedung di Kota Pinrang yang runtuh akibat guncangan gempa.
Seorang arsitek Jepang, kata dia, pernah mengunjungi masjid ini. Setelah melihat-lihat, ia tak percaya karena dianggap bertentangan dengan teori konstruksi bangunan.
Arsitek itu kemudian memprediksi 5 tahun yang akan datang masjid ini akan runtuh. "Tapi hingga 12 tahun setelah diprediksi, masjid ini tetap kokoh," ujarnya.